Peristiwa

Tragedi KMP Tunu Pratama Jaya: Alarm Bahaya Sistem Pengawasan Laut

aksesadim01
2893
×

Tragedi KMP Tunu Pratama Jaya: Alarm Bahaya Sistem Pengawasan Laut

Sebarkan artikel ini
Img 20250707 wa0038

JAKARTA – Insiden tragis tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di perairan Selat Bali menuai sorotan tajam dari Anggota Komisi V DPR RI, Rofik Hananto.

Ia menyebut kejadian ini bukan sekadar kecelakaan laut biasa, melainkan tanda nyata buruknya sistem pengawasan keselamatan pelayaran nasional yang selama ini diabaikan.

“Kejadiannya berlangsung begitu cepat dan tanpa adanya prosedur keselamatan yang layak. Tidak ada pengarahan keselamatan, informasi lokasi pelampung, jalur evakuasi, bahkan sekoci pun tidak dipersiapkan dengan baik,” ujar Rofik melalui keterangan resminya, Minggu (6/7/2025).

Lebih mengejutkan lagi, banyak korban selamat hanya karena menemukan jaket pelampung yang tercecer di dek kapal.

Menurut Rofik, hal ini jelas bertentangan dengan ketentuan dalam Pasal 117 UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, yang menekankan keselamatan penumpang sebagai prioritas mutlak.

Tak hanya itu, ditemukan pula fakta mencengangkan bahwa beberapa korban tidak tercatat dalam manifes penumpang.

Ini bukan hanya melanggar hukum, namun juga memperbesar risiko dalam proses pencarian dan evakuasi korban.

“Itu pelanggaran serius, sesuai Pasal 137 UU No. 17 Tahun 2008, hanya penumpang yang tercatat dalam manifes yang sah untuk diangkut. Bila terjadi insiden, operator wajib bertanggung jawab secara hukum,” tegas Rofik, anggota Fraksi Partai Golkar.

Rofik mengungkapkan bahwa tragedi ini mengingatkan kembali pada kasus tenggelamnya KMP Yunicee di tahun 2021, yang juga diwarnai kelebihan muatan dan manifes yang tak sesuai kenyataan.

“Kalau pola semacam ini terus berulang tanpa perbaikan menyeluruh, maka tragedi demi tragedi bisa jadi akan terus terulang,” tambahnya.

Demi mencegah tragedi serupa, Rofik mendesak adanya investigasi menyeluruh oleh KNKT dan Kementerian Perhubungan terkait penyebab teknis tenggelamnya kapal mulai dari kerusakan struktur hingga kemungkinan kelebihan muatan.

Ia juga meminta audit nasional untuk seluruh moda transportasi penyeberangan, serta digitalisasi sistem manifes penumpang yang terintegrasi dengan data kependudukan.

Lebih dari itu, ia juga menekankan pentingnya merevisi aturan turunan dari UU No. 66 Tahun 2024 agar pengarahan keselamatan (safety induction) menjadi prosedur wajib dan diawasi ketat sebelum kapal diberangkatkan.

“Harus ada penegakan hukum tanpa pandang bulu, siapa pun yang lalai mulai dari operator, nakhoda, hingga syahbandar harus ditindak tegas,” pungkasnya. (Dms)