SURABAYA — Dalam lanskap penegakan hukum yang sering kali dipenuhi figur maskulin, muncul satu nama yang bersinar terang: Prof. (HCUA) Dr. Mia Amiati, S.H., M.H., CMA., CSSL.
Sosok perempuan tangguh ini berhasil menembus dominasi pria dan mencetak sejarah sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kajati Jatim) pertama dari kaum hawa.
Lebih dari sekadar jabatan, kehadirannya menjadi simbol nyata semangat Kartini di era modern.
Lahir di Kuningan, Jawa Barat, pada 4 Maret 1965, Mia Amiati dibesarkan dalam keluarga yang menanamkan nilai-nilai disiplin tinggi. Awalnya, cita-citanya adalah menjadi apoteker.
Namun, semesta menuntunnya meniti jalan lain dunia hukum, yang kelak menjadi ladangnya berjuang untuk keadilan.
Pendidikan pertamanya di Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran membentuk dasar pemikiran kritis dan kemampuan komunikasi yang tajam.
Namun, panggilan hati membawanya kembali ke bangku kuliah untuk menekuni Ilmu Hukum di Universitas Islam Jakarta.
Gelar Magister dan Doktor pun diraihnya, dan prestasi akademiknya berpuncak ketika ia menyandang gelar Profesor Kehormatan dari Universitas Airlangga, Surabaya.
Karier Mia Amiati dimulai dari titik nol: staf tata usaha di Kejaksaan Agung tahun 1989. Perlahan namun pasti, ia menapaki setiap jenjang karier dengan dedikasi tinggi.
Sejumlah posisi strategis telah ia emban, termasuk Kajati Riau, Asisten Pengawasan Kejati Kepulauan Riau, hingga Direktur Pengamanan Pembangunan Strategis pada JAM Intel.
Puncak kariernya tiba pada Maret 2022 saat ia resmi menjabat sebagai Kajati Jawa Timur.
Di sini, Mia tak hanya menjadi pemimpin simbolik. Ia membawa perubahan nyata. Salah satu gebrakan luar biasa adalah peluncuran ribuan Rumah Restorative Justice (RJ) atau “Omah Rembug Adhyaksa” di 38 kabupaten/kota.
Bahkan, konsep ini menjalar hingga sekolah, kampus, dan kelurahan, menjadikan keadilan restoratif sebagai pendekatan utama dalam menyelesaikan perkara secara damai dan berkeadilan.
Kejati Jatim di bawah kepemimpinannya meraih penghargaan nasional sebagai Kejati Tipe A dengan implementasi RJ terbanyak.
Inovasi ini memperlihatkan sisi humanis Mia Amiati—bahwa keadilan tidak melulu tentang hukuman, tetapi juga tentang pemulihan dan harmoni sosial.
Namun, sikap tegasnya tetap terpancar. Kasus-kasus besar ditangani dengan profesional, aset negara bernilai ratusan miliar berhasil diselamatkan, dan oknum internal yang melanggar disiplin ditindak tanpa pandang bulu. Integritas adalah napas dalam setiap langkahnya.
Di luar dunia hukum, Mia juga aktif sebagai dosen tetap Fakultas Hukum Unair, berbagi ilmu dan mencetak generasi baru penegak hukum.
Ia tak hanya menjadi contoh pemimpin yang kuat, tapi juga intelektual yang peduli terhadap masa depan bangsa.
Menariknya, di balik ketegasannya, Mia Amiati juga memiliki sisi lembut dan artistik.
Ia gemar menyanyi dan bahkan menciptakan lagu, memperlihatkan bahwa jiwa pemimpin bisa berpadu harmonis dengan kepekaan rasa.
Purna tugas pada 27 Maret 2025 bukanlah akhir. Mia Amiati kini mengemban amanah baru sebagai Komisaris Independen Bank Mandiri untuk periode 2025-2030, membuktikan bahwa pengabdiannya terus berlanjut di ranah strategis nasional.
Mia Amiati bukan hanya sekadar tokoh hukum. Ia adalah simbol harapan, pemantik semangat, dan panutan bagi perempuan Indonesia.
Dalam dirinya, semangat Kartini tak sekadar hidup, tetapi berkembang menjadi inspirasi nyata bahwa perempuan mampu memimpin, menginspirasi, dan memberi dampak besar bagi bangsa.
Dialah Kartini Jawa Timur masa kini, yang sinarnya terus menyala terang. (Red)