Infotaiment

Lelang Aset Diduga Bermasalah, BNI Digugat Puluhan Miliar

aksesadim01
5870
×

Lelang Aset Diduga Bermasalah, BNI Digugat Puluhan Miliar

Sebarkan artikel ini
Ac541c74 008c 45ac aa8c 15c1807963cd

SURABAYA – Sidang gugatan antara PT. Lintas Cindo Bersama melawan PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BNI) dan sejumlah pihak terkait, kembali menguak dugaan kejanggalan serius dalam pelaksanaan lelang aset gudang di Sari Mulyo, Surabaya.

Sorotan publik mengarah pada Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP) Latief Hanif dan Rekan yang diduga tidak pernah melakukan survei lapangan, namun tetap mengeluarkan laporan penilaian aset yang digunakan sebagai dasar lelang.

Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, ruang Sari 3, Selasa (7/10/2025), menghadirkan dua saksi kunci bernama Santi dan Mashudi.

Keduanya dihadirkan pihak penggugat dan memberikan kesaksian mengejutkan, tim KJPP tidak pernah datang ke lokasi gudang pada saat penilaian dilakukan.

Dalam keterangannya, saksi Santi menegaskan bahwa pada tanggal 1 Maret 2014, hanya pihak dari BNI yang datang ke gudang di Kompleks Pergudangan Sari Mulyo, tanpa kehadiran perwakilan dari KJPP Latief Hanif dan Rekan.

Hal ini menimbulkan pertanyaan besar, bagaimana bisa sebuah laporan penilaian disusun tanpa survei langsung ke lokasi.

Usai sidang, Dr. Yafeti Waruwu, S.H., M.H., kuasa hukum penggugat, menjelaskan bahwa gugatan ini berfokus pada dugaan pelanggaran prosedur dan pelaksanaan lelang eksekusi Hak Tanggungan yang dianggap cacat hukum, tidak transparan, dan menjual aset di bawah harga pasar.

“Bagaimana mungkin menilai aset tanpa pernah melihat langsung objeknya. Ini menimbulkan dugaan serius adanya laporan fiktif,” tegas Yafeti.

Menurutnya, hasil lelang dua aset gudang milik PT. Lintas Cindo Bersama yang dijual oleh BNI dan KPKNL Surabaya pada 20 Februari 2025, tidak memenuhi asas transparansi dan keadilan.

Berdasarkan data dari KJPP independen, nilai pasar dua gudang tersebut mencapai Rp27,18 miliar pada awal tahun 2025.

Namun, aset itu dijual melalui lelang dengan nilai limit hanya Rp15,66 miliar, dan terjual di kisaran harga tersebut.
Akibatnya, perusahaan mengalami kerugian lebih dari Rp11,5 miliar.

“Penjualan aset di bawah harga pasar adalah bentuk ketidakadilan. Klien kami kehilangan hak dan nilai aset yang seharusnya jauh lebih tinggi,” ungkap Yafeti.

Lisa Anggraini, Direktur PT. Lintas Cindo Bersama yang kini menggantikan almarhum suaminya disebut telah berupaya mengajukan restrukturisasi kredit akibat dampak pandemi COVID-19.

Namun, BNI sebagai pihak tergugat tidak mengakomodasi permohonan tersebut secara proporsional.

“Klien kami beritikad baik, tapi bank justru melelang aset tanpa solusi adil,” ujar Yafeti.

Dalam gugatannya, Yafeti memaparkan sejumlah indikasi pelanggaran berat dalam proses lelang:

Penilaian tidak transparan hasil appraisal dari KJPP Latief Hanif dan Rekan tidak pernah disampaikan kepada penggugat.

Risalah lelang sulit diakses, baik dari BNI maupun KPKNL, menimbulkan dugaan proses tidak wajar.

Nilai limit lelang turun drastis dari Rp19,02 miliar menjadi Rp15,66 miliar tanpa penjelasan rasional.

Tiga KJPP pembanding yakni KJPP Pung’s Zulkaarnaen dan Rekan, KJPP Iwan Bachron dan Rekan, serta KJPP Mushofah menilai aset yang sama dengan nilai pasar jauh lebih tinggi, rata-rata mencapai Rp25–27 miliar.

Dalam petitumnya, penggugat meminta majelis hakim membatalkan hasil lelang dan laporan penilaian KJPP Latief Hanif dan Rekan, serta menyatakan proses lelang cacat hukum dan tidak berkekuatan hukum tetap.

“Kami menuntut ganti rugi materiil dan immateriil hingga puluhan miliar rupiah. Klien kami kehilangan tempat usaha, pendapatan, bahkan mengalami tekanan psikologis,” ungkap Yafeti.

Lisa Anggraini berharap pengadilan bisa membuktikan adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dan memulihkan hak perusahaan yang dirugikan.

Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyangkut kredibilitas lembaga perbankan dan profesi jasa penilai publik.

Jika benar laporan appraisal dibuat tanpa survei lapangan, hal ini bisa menjadi preseden buruk bagi sistem lelang aset di Indonesia.

Sidang akan berlanjut dengan agenda pemeriksaan bukti dan saksi ahli, yang diharapkan dapat mengungkap fakta sebenarnya di balik dugaan lelang bermasalah senilai puluhan miliar rupiah tersebut. (Sam)