BOJONEGORO – Di balik rimbunnya hutan jati Bojonegoro, tersimpan sebuah rahasia alam yang jarang diketahui yaitu keberadaan anggrek endemik langka bernama Dendrobium capra.
Flora eksotis ini kini menjadikan Bojonegoro sebagai satu-satunya tempat hidupnya di dunia, setelah spesies ini dinyatakan punah di wilayah lain.
Penelitian terbaru oleh Dr. Laily Agustina, dosen Ilmu Lingkungan Universitas Bojonegoro, mengungkap fakta mengejutkan.
Anggrek Dendrobium capra yang dulu sempat ditemukan di Madiun dan Bojonegoro, kini hanya bertahan di hutan jati Bojonegoro.
Dari hasil pemantauan, jumlah populasinya tinggal 215 individu, tersebar di tiga lokasi yakni RPH Sugihan (17 individu), RPH Sukun (43 individu) dan RPH Dodol (155 individu).
“Bojonegoro sekarang menjadi satu-satunya rumah bagi Dendrobium capra. Ada rasa bangga, tapi sekaligus beban, karena jumlahnya terus menurun,” ujar Dr. Laily dalam wawancara, Senin (8/9/2025).
Anggrek Dendrobium capra memiliki ciri khas yang unik. Batangnya tegap dan bisa mencapai 40 cm, dengan daun hijau kusam berbentuk bundar telur memanjang.
Bunganya berukuran kecil, hanya 2,5–3 cm, namun tampil menawan dengan kombinasi hijau kekuningan dan garis ungu di bagian bibir.
Bunga ini tumbuh menempel pada batang jati tua berusia lebih dari 50 tahun, seolah menyembunyikan kecantikannya di balik rimbun hutan.
Sayangnya, keindahan itu hanya bisa dinikmati setahun sekali, tepatnya pada bulan Februari saat bunganya mekar.
Namun, pesona ini menyimpan kerentanan. Dengan siklus mekar hanya sekali setahun dan habitat yang sangat spesifik, laju regenerasi anggrek ini terbilang lambat.
Ancaman terbesar datang dari penebangan jati tua yang menjadi inang utama tempat tumbuhnya.
Bagi Dr. Laily, anggrek ini lebih dari sekadar objek penelitian. Ia menyebut Dendrobium capra sebagai simbol perempuan Bojonegoro, sederhana, kuat, tangguh, namun penuh pesona.
“Flora ini bisa menjadi kebanggaan Bojonegoro. Tetapi kebanggaan itu harus dibarengi dengan kesadaran untuk melindunginya,” tegasnya.
Status Dendrobium capra saat ini sudah masuk kategori Endangered (EN) menurut IUCN, bahkan sedang diusulkan naik menjadi Critically Endangered. Posisi ini menandakan spesies ini berada di ambang kepunahan.
Dr. Laily menekankan pentingnya keterlibatan pemerintah daerah. Beberapa langkah strategis yang bisa ditempuh antara lain menetapkan habitat anggrek ini sebagai kawasan lindung, menjadikannya flora resmi kebanggaan Bojonegoro, hingga mengembangkan program konservasi dan reintroduksi.
“Kalau kita bisa menjaga flora ini, Bojonegoro tidak hanya dikenal sebagai daerah migas atau kayu jati. Tetapi juga sebagai rumah bagi flora langka dunia. Itu kebanggaan yang tak ternilai,” pungkasnya.
Meski hasil penelitian ini telah dipublikasikan, Dr. Laily tak menutup kekhawatiran akan munculnya perburuan liar.
Ia berharap publikasi ini tidak dimanfaatkan oleh pihak tak bertanggung jawab, melainkan menjadi pemicu kesadaran masyarakat luas untuk melestarikan.
“Saya ingin publikasi ini menyadarkan lebih banyak pihak, bukan malah memicu eksploitasi. Mari mengagumi dari jauh tanpa harus memilikinya,” pesannya.
Ia bahkan mengusulkan agar Dendrobium capra dijadikan inspirasi dalam budaya lokal, seperti motif batik atau karya seni Bojonegoro, sehingga kecantikannya bisa diwariskan lintas generasi tanpa harus dicabut dari habitat aslinya.
Dengan demikian, Bojonegoro tidak hanya dikenal karena ladang minyak dan kayu jatinya, tetapi juga sebagai satu-satunya benteng terakhir flora langka dunia. (yen)