KEDIRI — Dalam upaya menciptakan lingkungan pendidikan yang bebas dari kekerasan dan penuh kenyamanan, DPP Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) bersama Pondok Pesantren Wali Barokah Kediri menyelenggarakan Pelatihan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK).
Kegiatan strategis ini diadakan pada Sabtu (24/5/2025) secara hybrid dan diikuti lebih dari 290 lembaga pendidikan LDII dari TK hingga SMA di seluruh Indonesia.
Ketua DPP LDII, Rubiyo, membuka acara dengan penekanan penting “Sekolah dan pesantren harus menjadi tempat yang aman, nyaman, dan menyenangkan untuk tumbuh kembang anak-anak.”
Ia menambahkan, pelatihan ini merupakan wujud konkret dukungan terhadap Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023 yang mewajibkan setiap satuan pendidikan membentuk TPPK.
Tak hanya soal aturan, Rubiyo juga menyoroti penguatan karakter sebagai pondasi utama pencegahan kekerasan, lewat pembinaan 29 karakter luhur khas LDII.
“Kami ingin ciptakan sekolah yang bukan hanya bebas dari kekerasan, tapi juga penuh cinta, empati, dan nilai moral tinggi,” tegasnya.
Rusprita Putri Utami dari Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek turut hadir dan memberikan apresiasi.
Ia menyebut langkah LDII sangat selaras dengan visi pemerintah dalam menghadirkan pendidikan berkualitas dan ramah anak.
“Fakta mencengangkan, satu dari tiga anak Indonesia masih berpotensi jadi korban kekerasan seksual dan perundungan,” ungkapnya.
Menurut Rusprita, tiga aspek utama sekolah ideal harus terpenuhi, aman, nyaman, dan menyenangkan. Dari perlindungan fisik dan digital hingga pengembangan kreativitas siswa harus terintegrasi dalam sistem pendidikan. “TPPK adalah ujung tombak perubahan ini,” ujarnya.
Dokter spesialis kejiwaan, dr. Riko Lazuardi, memperingatkan pentingnya respons cepat terhadap dampak psikologis kekerasan.
Ia menjelaskan, banyak anak tidak menyadari sedang menjadi korban, tapi menunjukkan gejala seperti mimpi buruk, kecemasan, bahkan keinginan menyakiti diri.
“Institusi pendidikan harus siap menghadapi situasi darurat psikologis. Jangan pernah anggap enteng ucapan siswa tentang bunuh diri, bisa jadi itu panggilan minta tolong,” ujarnya serius.
Riko mendorong sekolah untuk membuat SOP penanganan kekerasan, membangun kepercayaan siswa, dan jangan pernah menutup-nutupi kasus.
“Sekolah harus jadi tempat yang terbuka dan tegas dalam penegakan aturan,” pungkasnya.
Pelatihan ini dihadiri oleh tokoh-tokoh penting seperti KH Sunarto (Ketua Ponpes Wali Barokah Kediri), Mustakim (Kepala UPT TIKP Disdik Jatim), H. Muslim Tadjuddin Chalid (Ketua Departemen Pengabdian Masyarakat DPP LDII), serta H. Amrozi Konawi (Ketua DPW LDII Jawa Timur).
Pelatihan ini menjadi momentum penting bagi LDII dan seluruh jaringannya untuk menunjukkan komitmen dalam menciptakan ruang belajar yang aman dan ramah anak.
Kolaborasi dengan pesantren, pemerintah, tenaga medis, dan masyarakat membuktikan bahwa pendidikan bebas kekerasan bukan sekadar wacana tapi sedang diwujudkan bersama. (Red)