BOJONEGORO – Bojonegoro tidak main-main dalam menghadapi ancaman kekeringan ekstrem yang diprediksi akan melanda 106 desa pada tahun 2025.
Setelah Bupati Setyo Wahono dan Wakil Bupati Nurul Azizah melakukan kunjungan studi ke Gunungkidul, kini giliran para kepala desa yang diterjunkan langsung untuk “berguru” ke daerah yang terkenal dengan inovasi pengelolaan airnya.
“Kita tidak bisa tinggal diam. Kekeringan adalah ancaman nyata bagi masyarakat Bojonegoro. Kita harus belajar dari yang terbaik, dan Gunungkidul adalah contoh sukses dalam mengatasi masalah air,” tegas Wakil Bupati Nurul Azizah.
Sebelum diberangkatkan, para kepala desa mengikuti Sarasehan dan Pembekalan yang diadakan oleh Pemkab Bojonegoro.
Mereka akan mengikuti program pembelajaran selama tiga hari di beberapa desa di Gunungkidul, mempelajari teknologi pemanenan air hujan, pengelolaan sumber daya air berbasis masyarakat, dan inovasi lokal lainnya.
“Ayo bersama membaca alam di desa kita. Dengan membaca, kita bisa tumbuhkan solusi dan hidup berharmoni dengan lingkungan,” ajak Wakil Bupati Nurul Azizah, memotivasi para peserta.
Program ini bukan sekadar jalan-jalan. Para kepala desa ditantang untuk menyusun rencana aksi penanganan kekeringan yang akan diterapkan di desa mereka masing-masing. Rencana tersebut akan dievaluasi oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Bojonegoro.
“Kita berharap akan muncul inovasi panen air hujan, pengelolaan air lewat BUMDes, revitalisasi air permukaan, serta penyulingan air. Yang terpenting, masyarakat harus menjadi bagian aktif dari solusi,” ungkap Wakil Bupati Nurul Azizah.
Sebanyak 29 kepala desa dari wilayah yang berpotensi mengalami kekeringan ekstrem akan diberangkatkan pada tanggal 15-17 April 2025 sebagai tahap awal. Selanjutnya, kepala desa lain dari 106 desa yang terancam kekeringan akan menyusul secara bertahap.
Dengan semangat kolaborasi dan inovasi, Bojonegoro siap menghadapi tantangan kekeringan dan membangun masa depan yang lebih baik bagi masyarakatnya. (yen)