SURABAYA – Delapan tahun lamanya para petani kopi di Jember hidup dalam tekanan. Mereka bukan hanya berjuang melawan kerasnya harga pasar, tapi juga diduga diperas oleh koperasi yang seharusnya melindungi mereka.
Kini, kesabaran itu habis. Sebanyak 468 petani kopi yang tergabung dalam Kelompok Tani Produsen Ketajek Makmur Sejahtera akhirnya melaporkan dugaan pungutan liar (pungli) dan pemerasan ke Polda Jawa Timur.
Laporan resmi ini teregister dengan nomor LPB/143/X/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR, dan para petani didampingi oleh Aliansi Madura Indonesia (AMI) serta sejumlah tokoh masyarakat.
Langkah ini menjadi babak baru perlawanan petani terhadap kebijakan yang dinilai semena-mena oleh pengurus koperasi.
Ketua Umum AMI, Baihaki Akbar, S.E., S.H., menyebut praktik pungli ini sudah berjalan bertahun-tahun dengan dalih “kontribusi koperasi”.
Setiap petani diwajibkan menyetor Rp150.000 per kwintal kopi, atau sekitar Rp1.500 per kilogram, tanpa dasar hukum dan tanpa hasil keputusan rapat anggota.
“Ini bukan koperasi, ini penindasan, petani dipaksa bayar tanpa dasar hukum. Jelas-jelas ini pelanggaran berat terhadap prinsip koperasi,” tegas Baihaki Akbar, Selasa (07/10/2025).
Menurut perhitungan kelompok tani, total dugaan pungutan liar yang terkumpul pada 2025 mencapai lebih dari Rp525 juta.
Lebih parah lagi, bagi anggota yang tak mampu membayar, hasil panen mereka disebut dirampas oleh oknum keamanan koperasi.
Tak berhenti di pungutan, beberapa petani juga mengaku jadi korban intimidasi dan pencurian hasil panen.
Salah satu korban, Ibu Halimah, menceritakan pilu saat panen kopinya disita paksa karena tak mampu melunasi pungutan.
“Saya sampai sujud minta ampun. Tapi mereka tetap ambil kopi saya, katanya buat iuran keamanan,” ujar Halimah dengan mata berkaca-kaca.
Saat dikonfirmasi, Dinas Koperasi Kabupaten Jember menegaskan bahwa pungutan seperti itu tidak memiliki dasar hukum dan melanggar prinsip koperasi.
“Koperasi dibentuk untuk menyejahterakan anggota, bukan membebani mereka. Tidak ada istilah iuran keamanan dalam koperasi,” tegas perwakilan Dinas Koperasi Jember.
Baihaki memastikan Aliansi Madura Indonesia akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Ia mendesak Kapolda Jatim segera memeriksa semua pihak yang terlibat agar penderitaan para petani tak terus berlarut.
“Kami sudah punya bukti dan keterangan korban. Kami minta Kapolda Jatim jangan biarkan ini menggantung. Para petani sudah cukup lama menderita,” pungkas Baihaki.
Kasus ini menjadi simbol perlawanan petani kopi Jember terhadap kesewenang-wenangan oknum yang bersembunyi di balik nama koperasi.
Mereka berharap, laporan ke polisi ini menjadi langkah awal menuju keadilan dan koperasi yang benar-benar berpihak pada anggota. (is)