BOJONEGORO — Program Gerakan Beternak Ayam Petelur Mandiri (GAYATRI) yang digagas Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro kini mulai menunjukkan hasil manis.
Ribuan butir telur lahir setiap hari dari kandang para Keluarga Penerima Manfaat (KPM), menandai keberhasilan upaya pengentasan kemiskinan berbasis peternakan rakyat.
Sekretaris Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Bojonegoro, Elfia Nuraini, menjelaskan bahwa program GAYATRI di APBD induk telah menyasar 400 KPM di 5 kecamatan dan 10 desa.
Dari jumlah itu, 70 hingga 90 persen ayam kini sudah aktif bertelur, sementara tingkat kematian ternak sangat rendah hanya sekitar 2 persen.
“Dari hasil evaluasi lapangan, rata-rata KPM sudah menikmati hasil. Produksi telur mencapai 2,7 hingga 2,8 kilogram per hari, dengan harga jual Rp24.000–Rp25.000 per kilogram. Setelah dikurangi biaya pakan, peternak bisa mengantongi laba harian sekitar Rp22.500,” ujar Elfia.
Jika dihitung secara bulanan, potensi keuntungan bersih mencapai Rp514 ribu hingga Rp739 ribu per keluarga, angka yang cukup signifikan untuk menambah pendapatan warga kategori rentan.
“Harapan kami, program ini bisa membantu mereka keluar dari status kemiskinan,” tambahnya.
Meski hasilnya menggembirakan, Elfia mengakui ada sejumlah peternak yang mengalami penurunan produksi. Salah satu penyebabnya adalah kebiasaan mencampur pakan dengan jagung tanpa takaran yang tepat, sehingga kandungan nutrisi berkurang dan produktivitas ayam menurun.
“Oleh sebab itu, pendampingan intensif dari petugas lapangan akan terus ditingkatkan agar kualitas pakan dan hasil telur tetap optimal,” tegasnya.
Untuk efisiensi biaya, Disnakkan juga mendorong penerapan “self-mixing” pakan secara berkelompok, agar peternak bisa membuat pakan mandiri melalui koperasi atau BUMDes.
Langkah ini dinilai strategis mengingat Bojonegoro merupakan daerah penghasil jagung dan padi dua bahan utama pakan unggas.
Selain itu, pemanfaatan rempah-rempah lokal juga diperkenalkan sebagai pengganti obat-obatan kimia. Campuran herbal seperti kunyit, jahe, dan temulawak ke dalam pakan atau air minum terbukti membantu meningkatkan daya tahan ayam sekaligus mengurangi bau kotoran.
Agar hasil produksi lebih menguntungkan, para peternak didorong melakukan pemasaran mandiri, baik melalui penjualan langsung ke konsumen, warung, hingga jalur online. Bahkan, limbah kotoran ayam pun dimanfaatkan menjadi pupuk organik bernilai jual Rp1.000–Rp1.500 per kilogram.
Sinergi juga dilakukan dengan BUMD Pangan, BUMDes, serta asosiasi/koperasi ternak guna mempermudah distribusi telur, pembelian pakan, dan bibit ayam.
Menariknya, Pemkab Bojonegoro turut mengeluarkan surat edaran khusus kepada ASN untuk membeli telur dari program GAYATRI.
Gerakan ini dikemas dengan slogan unik, “Bangga beli telur GAYATRI, mergo telur kabeh dadi dulur.”
Melihat dampak positif di lapangan, Pemkab Bojonegoro memastikan program GAYATRI akan diperluas secara signifikan melalui P-APBD tahun berjalan.
Langkah ini menjadi bukti komitmen pemerintah daerah untuk terus memperkuat program pemberdayaan ekonomi rakyat berbasis peternakan unggas.
“GAYATRI bukan sekedar program bantuan, tetapi gerakan kemandirian ekonomi. Dari telur, warga bisa bangkit dan berdaya,” pungkas Elfia. (yen)