Infotaiment

Proyek TPT Desa Supenuh Lamongan Beraroma Politik, Bangunan Rapuh Jadi Sorotan

aksesadim01
5920
×

Proyek TPT Desa Supenuh Lamongan Beraroma Politik, Bangunan Rapuh Jadi Sorotan

Sebarkan artikel ini
A84a5ca3 7f08 4e43 b064 f31e0c1870b4

LAMONGAN – Proyek pembangunan Tembok Penahan Tanah (TPT) di Dusun Mambung, Desa Supenuh, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan, kini menjadi sorotan tajam masyarakat.

Alih-alih memperkuat infrastruktur desa, proyek senilai Rp 200 juta dari APBD Jawa Timur 2025 ini justru menimbulkan dugaan penyimpangan anggaran dan aroma politik transaksional.

Hasil pantauan langsung di lapangan memperlihatkan kondisi bangunan yang memprihatinkan. TPT sepanjang 252,5 meter dengan tinggi 1,2 meter terlihat dikerjakan asal-asalan.

Batu ditumpuk begitu saja tanpa ikatan kuat, banyak rongga di sela material, dan komposisi campuran semen-pasir diduga hanya 1:5.

Padahal, standar teknis pasangan batu penahan beban seharusnya minimal 1:3.
“Kalau 1:5, itu lemah sekali. Struktur gampang retak, rontok, dan usia bangunan paling cuma bertahan 1–3 tahun,” ujar Munir, salah satu pemerhati kebijakan publik di Lamongan, Kamis (18/9/2025).

Kondisi kian parah karena pembangunan TPT ini tidak dilengkapi stros atau tulangan besi, yang seharusnya menjadi penguat utama struktur. “Tanpa stros, saat musim hujan rawan longsor bahkan gagal fungsi,” tambahnya.

Di balik kualitas bangunan yang diragukan, publik juga mencium dugaan adanya potongan anggaran 20–30 persen sebelum proyek berjalan.

“Kalau proyek dari dewan, sudah jadi lagu wajib ada setoran. Minimal 20 persen, kadang sampai 30 persen,” sindirnya.

Lebih jauh, proyek semacam ini kerap dikaitkan dengan komitmen politik. Kepala desa penerima proyek disebut-sebut diminta mengamankan suara bagi anggota legislatif saat pemilu.

“Kalau Kades disuruh cari suara, dari mana uangnya kalau bukan dari proyek itu,” tambahnya.

Nama M.I. Andy Firasadi, anggota DPRD Jatim, ikut terseret dalam isu ini. Tim suksesnya pada Pileg lalu disebut-sebut pernah menggelontorkan uang Rp 50–100 ribu per orang, yang memperkuat dugaan adanya praktik politik uang di balik proyek.

Dari sisi teknis, para ahli menilai penggunaan campuran 1:5 tanpa stros sangat berisiko. Dalam konstruksi pasangan batu, kualitas mortar adalah penentu utama daya tahan. Campuran di bawah standar jelas tak layak menopang beban jangka panjang.

Tim Pelaksana (TimLak) proyek, Husen, justru mengakui ketiadaan stros, namun berdalih karena memang tidak tercantum di Rencana Anggaran Belanja (RAB).

“Soal adukan, tanya ke Pak Kades. Saya hanya pelaksana, ikut perintah,” katanya.

Kepala Desa Supenuh, Achmad, akhirnya buka suara. Ia membenarkan proyek TPT berasal dari dana APBD Jatim melalui skema Bantuan Keuangan Khusus Pemerintah Desa (BKKPD) dari anggota DPRD Jatim, M.I. Andy Firasadi.

Namun, soal dugaan potongan anggaran, ia membantah. Achmad mengaku hanya diminta komitmen politik.

“Kami hanya diminta mencarikan suara. Karena komitmen itu, Pak Andy memberikan proyek ini,” ujar Achmad blak-blakan.

Achmad juga berdalih pengerjaan sempat terhenti karena pekerja sibuk panen kacang dan adanya luapan air dari desa tetangga.

“Tapi tidak ada penyalahgunaan anggaran. Semua sesuai RAB, stros memang tidak ada dalam RAB,” kilahnya.

Proyek ini pun makin menyisakan tanda tanya besar, benarkah APBD Jatim 2025 jadi alat transaksi politik, dan rakyat hanya mendapat bangunan asal jadi yang rawan roboh. (Jn)