LAMONGAN — Di balik gemerlap janji manis Pemkab Lamongan lewat program Jalan Mantap dan Alus Lamongan (Jamula), fakta di lapangan justru memunculkan ironi besar, hampir separuh jalan kabupaten rusak berat.
Data resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur 2024 mencatat, kemantapan jalan di Lamongan hanya menyentuh angka 55,14 persen. Artinya, 44,86 persen jalan di Lamongan dalam kondisi memprihatinkan, rusak ringan hingga berat.
Padahal, Jamula selama ini diklaim sebagai proyek unggulan yang menghabiskan anggaran fantastis hingga Rp360 miliar dari pinjaman Bank Jatim dan APBD.
Namun hasilnya jauh dari harapan, banyak warga menilai program ini lebih banyak menguras dana ketimbang memperbaiki jalan secara nyata.
Alokasi awal program Jamula tahun lalu bahkan mencapai Rp200 miliar hanya untuk 41 ruas jalan. Namun sampai kini, warga di sejumlah kecamatan justru harus berjibaku dengan jalan berlubang, bergelombang, hingga tak layak dilalui. Aktivitas ekonomi, pendidikan, hingga keselamatan pengendara terganggu.
Perbandingan dengan daerah lain pun menyakitkan. Kota Surabaya memimpin dengan tingkat kemantapan jalan 99,56 persen, Kota Madiun 98,19 persen, dan bahkan Kota Probolinggo serta Sidoarjo di atas 95 persen.
Sementara Lamongan dengan dana besar di tangan hanya unggul tipis dari daerah-daerah dengan predikat kualitas jalan terburuk di Jawa Timur seperti Sampang dan Pacitan.
Menurut Kepala BPS Jatim, Zulkipli, rata-rata kemantapan jalan kabupaten/kota di Jatim mencapai 78,69 persen. Artinya, Lamongan berada jauh di bawah rata-rata provinsi.
“Secara umum, jalan kabupaten hanya mantap di angka 76,57 persen. Lamongan bahkan di bawah itu,” ujarnya, Rabu 2 Juli 2025.
Zulkipli menjelaskan, ini membuktikan ada masalah serius dalam pengelolaan infrastruktur jalan, meskipun Pemkab Lamongan berulang kali menyebut efisiensi anggaran dan prioritas pembangunan.
Sementara, Sekretaris Daerah Lamongan, Mohammad Nalikan, membantah adanya pemangkasan anggaran infrastruktur. Namun masyarakat justru mempertanyakan, di mana hasil konkret dari ratusan miliar yang sudah digelontorkan.
Warga di beberapa wilayah menyampaikan kekecewaannya. Mereka menyebut Jamula tak lebih dari proyek elitis tanpa dampak nyata di daerah pinggiran.
Kritik makin tajam karena jalan rusak masih jadi pemandangan umum, bahkan setelah program ini digelar sejak tahun lalu.
Tanpa evaluasi mendalam dan perbaikan nyata, predikat “jalan tidak mantap” bakal terus melekat di Lamongan. Bukan hanya menghambat pembangunan, tapi juga menggerus kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah. (Bup)