Infotaiment

Prabowo Batal ke Bojonegoro, Mitos Keramat Ini Kembali Jadi Sorotan

aksesadim01
2881
×

Prabowo Batal ke Bojonegoro, Mitos Keramat Ini Kembali Jadi Sorotan

Sebarkan artikel ini
Img 20250628 wa0008

BOJONEGORO — Ada yang unik dari Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur. Tanah yang subur dan kaya migas ini ternyata menyimpan satu misteri yang tak kunjung terpecahkan, mengapa para Presiden RI enggan datang ke Bojonegoro.

Presiden Gus Dur saja, yang dikenal sangat spiritualis, hanya datang ke Bojonegoro sebelum dan sesudah menjabat Presiden.

Saat menjabat, dia tak pernah menginjakkan kaki di tanah Bojonegoro. Diduga, karena Gus Dur sangat memahami kosmos Brahmana Bojonegoro sebuah tanah yang sejak dahulu dipercaya memiliki aura spiritual tinggi dan pengaruh budaya yang kuat.

Bung Karno sempat mencoba mengunjungi Bojonegoro pada Juli 1957. Tapi, dirinya hanya sampai halaman masjid, tak masuk ke Pendopo. Tak lama setelah itu, ia lengser dari kursi Presiden.

Pak Harto sempat mampir saat meresmikan koperasi, tapi tidak menyentuh pusat kekuasaan lokal, Pendopo Bojonegoro.

Presiden lain tak satu pun tercatat pernah masuk Pendopo Bojonegoro.

Termasuk Jokowi yang hanya “lewat pinggir” Bojonegoro. Bahkan kini, Presiden Prabowo Subianto batal hadir secara langsung dalam peresmian proyek strategis ExxonMobil (EMCL) di Banyu Urip.

Peresmian yang dijadwalkan pada hari Kamis 26 Juni 2025 itu akhirnya secara daring, padahal beberapa hari sebelumnya sudah dilakukan persiapan yang sangat matang untuk menyambutnya.

Pertanyaannya: kenapa? Apa yang membuat Bojonegoro seperti “ditakuti”.

Dikutip dari berbagai sumber, Bojonegoro atau dulu disebut Tlatah Jipang, punya sejarah panjang sebagai Tanah Brahmana. Ini bukan mitos belaka, tapi tertulis jelas dalam banyak prasasti.

Empat Maha Raja Besar tercatat menghormati Brahmana Bojonegoro:

Dyah Baletung (898–910 M) – menulis Prasasti Telang dan Sangsang.

Airlangga (990–1049 M) – menyebut Brahmana Bojonegoro sebagai penjaga pralaya (keseimbangan semesta).

Wisnuwardhana (Singhasari) – berterima kasih karena Brahmana Jipang membantu Ken Arok mendirikan Tumapel.

Hayam Wuruk (Majapahit) – menetapkan banyak pelabuhan di Bengawan Jipang dan mengangkat Jipang sebagai vasal Brahmana, bukan Bathara.

Hebatnya, tidak ada Bhre (Bathara) yang memimpin Tlatah Jipang, semua diserahkan ke Brahmana.

Saat Islam masuk ke Nusantara, Jipang juga menjadi pusat para Waliyullah. Syekh Jumadil Kubro disebut-sebut berdakwah di sini, menjadikan Bojonegoro sebagai pusat penyebaran Islam damai. Ini makin menegaskan bahwa tanah ini bukan tempat sembarangan.

Kalau para Maha Raja saja takdhim kepada Brahmana Jipang, mungkin wajar jika Presiden RI yang dalam sistem demokrasi kadang disebut “raja rakyat” juga ‘takluk’ pada aura mistis dan spiritual tanah Bojonegoro.

Bojonegoro bisa jadi memang bukan sekadar kota kecil. Tapi sebuah pusat energi, bekas pusat peradaban dan spiritualitas, tempat potensi besar bisa muncul kapan saja. (Red)