Daerah

93 Persen Ibu Bojonegoro Berikan ASI Eksklusif, Tantangannya Ternyata Ini

aksesadim01
5877
×

93 Persen Ibu Bojonegoro Berikan ASI Eksklusif, Tantangannya Ternyata Ini

Sebarkan artikel ini
2b06dc76 80fb 4803 bb2d 042dc518dfeb

BOJONEGORO – Kabar menggembirakan datang dari dunia kesehatan ibu dan anak di Bojonegoro. Tingkat pemberian ASI eksklusif di daerah ini kini mencapai 93 persen, melampaui target nasional yang dipatok sebesar 90 persen.

Angka ini menjadi bukti nyata bahwa kesadaran masyarakat akan pentingnya ASI semakin menguat.

Data tersebut diungkapkan oleh Dini Nurulia, ahli gizi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro, dalam talkshow SAPA Malowopati FM pada Jumat (8/8/2025) yang digelar untuk memperingati Pekan Menyusui Sedunia 2025 bertema “Empower Parents, Enable Breastfeeding, Now and for the Future”.

Talkshow ini juga menghadirkan dr. Mahrunnisa An Nashr, pengurus Ikatan Konselor Menyusui Indonesia (IKMI) Pusat dan Jawa Timur.

Menurut Dini, meski capaian sudah melampaui target, tantangan tetap ada, khususnya bagi ibu muda yang baru pertama kali menyusui.

“Kami terus memperkuat edukasi sejak masa kehamilan, mulai dari inisiasi menyusu dini (IMD), posisi menyusui yang tepat, hingga prinsip produksi ASI,” jelasnya.

Dinas Kesehatan Bojonegoro rutin mengadakan pelatihan tiga hari untuk kader Posyandu dan tenaga kesehatan setiap tahun, termasuk praktik langsung di lapangan.

Salah satu tantangan yang sering dihadapi adalah kesalahpahaman bahwa ASI harus langsung keluar setelah melahirkan.

“Padahal, tiga hari pertama tanpa ASI itu normal. Yang penting ibu didampingi, diberi arahan, dan tidak merasa sendirian,” tambahnya.

Sementara itu, dr. Mahrunnisa menegaskan bahwa menyusui adalah proses alami, namun tetap membutuhkan dukungan yang kuat dari lingkungan sekitar.

“Ibu tidak boleh berjuang sendiri. Dukungan emosional, praktis, dan informasi yang tepat adalah kunci,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa peran suami sangat vital, tidak hanya memberi semangat tetapi juga aktif membantu ibu menyusui.

Lingkungan kerja juga diharapkan menyediakan ruang laktasi dan waktu khusus untuk ibu menyusui.

Tenaga kesehatan, tetangga, dan masyarakat pun memiliki peran strategis menciptakan lingkungan yang ramah ASI.

WHO bahkan merekomendasikan calon ibu mendapatkan pendampingan konseling menyusui minimal tujuh kali tiga di antaranya saat hamil.

Hal ini untuk membekali ibu dengan pengetahuan dan kepercayaan diri sebelum memasuki masa menyusui.

Banyak ibu yang berhenti menyusui bukan karena tidak mampu, tetapi karena kurang tahu cara mengatasi masalah seperti nyeri, payudara bengkak, mastitis, atau bentuk puting yang tidak ideal.

“Bentuk puting bukan hambatan. Yang penting tekniknya benar, yakni menyusu di areola, bukan sekadar di puting,” tegas dr. Mahrunnisa.

Lebih dari sekadar nutrisi, ASI adalah investasi kesehatan dan kecerdasan anak jangka panjang. Kandungan ASI mendukung pertumbuhan optimal, memperkuat sistem imun, dan mengurangi risiko berbagai penyakit.

“Ini juga berkontribusi pada kualitas generasi bangsa di masa depan,” tambahnya.

Ia juga mengingatkan pentingnya ibu memahami tanda lapar dan kenyang bayi, growth spurt, serta perawatan bayi setelah menyusui.

“Dengan pemahaman yang tepat dan pendampingan konselor laktasi, semua ibu punya peluang sukses memberikan ASI eksklusif,” tutupnya. (yen)